NGALIYAN-METRO--Kita sebagai warga Ngaliyan tentu tidak asing dengan nama Honggowongso. Kini setiap hari daerah tersebut ramai lalulalang entah pejalan kaki maupun kendaraan bermotor. Akan tetapi, pernahkah kita berfikir bagaimana asal muasal dan tokoh yang berjasa atas daerah Honggowongso. Bisa jadi hanya satu dua orang yang mengetahui seluk – beluk daerah ini. Sebut saja sesepuh desa atau bisa juga keturunan yang masih hidup. Mengutip dari perkataan bung Karno”Bangsa yang besar adalah yang menghargai sejarahnya”. Jadi apa salahnya jika kita mempelajari dan mengetahui sejarah Sang Bubat Yoso. Karena bagaimanapun Honggowongso terbentuk atas jasa beliau.
Khoul Mbah Honggowongso
Honggowongso Mbah Honggowongso, adipati dari kerajaan Mataram zaman Amangkurat II, sekaligus sang bubat yoso (orang pertama yang membuka daerah)Ringinwok dan sekitarnya. Warga honggowongso sangat menghormati jasa Mbah Honggowongso, dibuktikan dengan diadakannya peringatan khoul mbah Honggowongso setiap bulan Syuro.
Minggu, 25 Januari 2009 baru saja dilaksanakan khoul sang leluhur. Acara inti khoul adalah tahlil dan khutbah yang diisi oleh Habib Ghazzi bin Muhammad Syihab yang dilaksanakan siang hari. Pagi hari diadakan khataman Al-Qur’an, manakib Syeh Abdil Kodir Jaelani dan Rotibul Ubroh. Mahfudz, ketua panitia mengatakan ”khoul Mbah Honggowonso diadakan atas dorongan ayah saya Ali Sya’bana, yang setiap bulan As-Syuro mengadakan do’a bersama dengan masyarakat sekitar”. Akan tetapi, beberapa tahun berselang kegiatan khoul ini sempat mati. Hingga akhirnya, mulai dimunculkan kembali sekitar tahun 2000-an meski diawali hanya dengan 10 orang. Akan tetapi, semakin tahun jumlah warga yang mengikuti semakin banyak.
Tidak hanya warga sekitar saja yang mengikuti, akan tetapi sudah mulai merambah hingga wilayah Ngaliyan. Mahfudz menambahkan, bahwa tujuan utama acara khoul ini bukan semata – mata sebagai alat meminta atau menyembah selain Allah. Akan tetapi, bertujuan untuk birrul wallidain, untuk mempererat tali persaudaraan yang sekarang ini dirasa mulai pudar, dan supaya masyarakat mengingat seorang figure yang berjasa membuka daerah tersebut. “ Karena sekarang ini zaman mulai tidak karuan. Bisa dilihat saja realitanya, bahwa tetangga dekat saja, kita tidak mengenal namanya. Maka dari itu, saya munculkan kembali acara ini untuk memperkukuh hubungan satu sama lain sebagai warga. Agar rasa kekeluargaan tetap ada.” Tambah Mahfudz, (29/1).“ Semestinya, khoul dilaksanakan pada Selasa Wage atau Jum’at Kliwon. Akan tetapi, karena zaman sekarang banyak yang bekerja. Maka, acara tersebut diadakan hari minggu. Karena, pada dasarnya acara khoul ini sebagai jalan pemersatu masyarakat.” kata Mbah Khalim, salah satu warga Honggowongso.
Profil Singkat Mbah Honggowongso
Konon ceritanya, Honggowongso adalah Adipati kerajaan Mataram yang menjabat sebagai ratu pertamanya adalah adiknya sendiri. Ketika itu datang utusan Belanda untuk mengadakan kerjasama dengan Ratu. Akan tetapi, dia masuk kerajaan dengan jalan berdiri sambil membuka topi. Honggowongso marah karena dirasa hal tersebut tidak menghormati sang Ratu. Maka dari itu, dia memukul utusan Belanda tersebut. Sang Ratu menegur Honggowongso untuk jadi orang yang sabar. Karena tidak semua daerah memiliki aturan yang sama dalam menghormati penguasa-nya. Karena kejadian tersebut Honggowongso malu, dia memutuskan untuk keluar dari kerajaan dan lari ke daerah Temanggung.
Tidak lama kemudian, dia mendengar rencana jahat Belanda untuk menguasai Semarang. Akhirnya, dia lari ke daerah Kendal. Nama Kendal sendiri muncul karena Honggowongso melihat air sungai yang mengalir secara menggumpal.“ Mbah Honggo juga memberi nama daerah Kaliwungu, Karanganyar, dan Tugu Rejo,” tambah mbah Khalim,(28/1).
Honggowongso melanjutkan pelariannya ke Kaliwungu berlanjut ke daerah Karanganyar. Di Karanganyar dia bertemu dengan istrinya. Tidak lama kemudian, Belanda berencana membuat jalan kereta api yang melalui daerah tersebut. Akhirnya, dia putus-kan untuk lari ke daerah Semarang Barat bagian tengah. Dia berpamit pada istrinya untuk aliyan (berpindah dari satu tempat ke tempat lain) ke daerah Semarang Barat bagian tengah dan meninggalkan istrinya di Karanganyar seorang diri hingga sang istri meninggal dan dimakamkan pula di Karanganyar. Sebelmunya sang istri berpesan bahwa di daerah tersebut tidak akan ada air kecuali musim hujan tiba. Masyarakat karanganyar menyebut istri Honggo-wongso dengan sebutan Nyai Kudung. Karena, dia adalah perempuan pertama yang memakai kerudung di daerah tersebut.
Sesampai Honggowongso di daerah yang dituju, dia bertemu dengan orang – orang Cina kelontong yang ingin mengusai daerah tersebut. Pada akhirnya, dia bubat yoso di sekitar Ringinwok. Hingga akhir hayatnya dia tinggal di daerah tersebut dan dimakamkan di Ringinwok. Makamnya berdampingan dengan kedua sahabat-nya yang bernama Honggojoyo dan Honggoyoso. “ Sampai saat ini daerah sekitar Ringinwok masih sulit dalam hal air. Dan warga sekitar masih melestarikan acara khoul Mbah Honggowongso setiap bulan As-Syura,” kata Pak Mahfudz.Dalam pemaparan Mbah Khalim dengan Pak Mahfudz terdapat sedikit perbedaan. Mbah Khalim mengatakan bahwa yang membuka daerah Ngaliyan hanya satu orang yaitu Mbah Hong-gowongso. Akan tetapi, Pak Mhfudz mengatakan bahwa Mbah Honggo yang membuka daerah Ringinwok dan sekitarnya, sedangkan Bah Aliyan yang membuka daerah Ngaliyan mereka berdua pernah bertemu dan saling kenal di Cirebon.
Karena tidak adanya bukti otentik dari Negara mengenai sejarah daerah ini maka, sudah sewajarnya terdapat beberapa versi dalam ceritanya.Walaupun perbedaan itu sedikit. “ Karena cerita ini turun – temurun dari orang tua terdahulu, tidak ada yang mengetahui secara terperinci kejadiaan sebenarnya,” ujar Mbah Khalim. Meskipun sudah pernah ditelusuri hingga ke Yogyakarta sendiri, akan tetapi tidak mendapatkan hasil mengenai sejarah ini. Setidaknya dengan sedikit pemaparan ini kita bisa menghargai dan menghormati sejarah yang ada.
Kamis, 23 April 2009
[edisi 1]Jejak Sang Bubat Yoso
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar